PERAN TELEVISI PADA POLA HIDUP KELUARGA MASA MENDATANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kondisi sebelum abad 21 menampilkan komunikasi antar bangsa, negara, wilayah yang tidak mudah dilakukan. Banyak keterbatasan yang dihadapi, sehingga peristiwa yang terjadi di satu tempat tidaklah mudah diketahui oleh orang-orang yang tinggal di tempat lain. Dunia menjadi terpisah-pisah dalam ruang dan waktu. Kejadian di Amerika tidak akan mudah diketahui oleh mereka yang tinggal di belahan bumi lainnya seperti Eropa, Asia, Afrika, dan Australia. Dengan demikian pikiran, pandangan, gaya hidup masyarakat di wilayah tertentu bersifat lokal dan khusus, mengacu pada kebiasaan dan budaya setempat. Kondisi tersebut memunculkan berbagai ragam tatanan masyarakat dan gaya hidup.
Keterbatasan komunikasi juga mengisolir peristiwa yang berlangsung di wilayah tertentu. Peristiwa di Banda Aceh, misalnya, akan lama sekali sampai pemberitaannya di Merauke, Irian Jaya. Namun, berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjelang abad 21, jarak tampaknya tidak lagi menjadi masalah. Menit ini peristiwanya terjadi, menit berikutnya seluruh dunia bisa mengetahuinya. Ditemukannya satelit membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Kemudahan komunikasi inilah yang membawa penghuni dunia ke dalam kehidupan bersama, yang memungkinkan mereka saling berinteraksi, mempengaruhi dan dipengaruhi, juga dalam memilih dan menentukan pandangan serta gaya hidup.
Gaya hidup yang menyangkut pilihan pekerjaan, kesibukan, makanan, mode pakaian, dan kesenangan telah mengalami perubahan, dengan kepastian mengalirnya pengaruh kota-kota besar terhadap kota-kota kecil, bahkan sampai ke desa. Bentuk-bentuk tradisional bergeser, diganti dengan gaya hidup global. Kesenangan bergaya hidup internasional mulai melanda. Perbincangan mengenai pengembangan hubungan antar negara menjadi mirip pembahasan tentang pengembangan komunikasi antar kota dan desa. Teknologi komunikasi memang memungkinkan dilakukannya pengembangan hubungan dengan siapa saja, kapan saja, di mana saja, dalam berbagai bentuk yakni suara dan gambar yang menyajikan informasi, data, peristiwa dalam waktu sekejap.
Perkembangan jaman yang merubah gaya hidup masyarakat ikut mewarnai kehidupan keluarga. Peran suami istri, pola asuh dan pendidikan anak tidak bisa mempertahankan pola lama sepenuhnya. Era globalisasi yang mewarnai abad 21 telah memunculkan pandangan baru tentang arti bekerja. Ada yang lebih luas dari sekadar makna mencari nafkah dan ukuran kecukupan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Orang cenderung mengejar kesempatan untuk bisa memuaskan kebutuhan aktualisasi diri, sekaligus tampil sebagai pemenang dalam persaingan untuk memperoleh yang terbaik, tertinggi, terbanyak.
Untuk bisa mengikuti gaya hidup yang baru, diperlukan dukungan kemampuan ekonomi yang tinggi. Kebutuhan ini sangat terasa. Tawaran gaya hidup modern yang ditawarkan melalui kaca-kaca ruang pamer toko atau distributor benda-benda yang digandrungi masyarakat telah memacu banyak orang untuk bekerja tak kenal waktu. Orang sibuk mencari uang untuk bisa memiliki gaya hidup seperti yang ditawarkan.
Pengaruh yang diterima suami istri, juga yang diterima anak dalam proses perkembangannya, tak lagi bisa dipisahkan dari dunia di luar rumah. Melalui perangkat teknologi anak bisa langsung menerima pengaruh dari luar, yang tentu saja akan selalu mempunyai dua sisi, baik dan tidak baik, positif dan negatif. Situasi inilah yang akan mewarnai kehidupan anak dan orang tua di abad 21. Orang tua tak lagi menjadi pewarna tunggal dalam pengembangan pola sikap dan tingkah laku anak.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Budaya dan Teknologi
Kemajuan teknologi selalu berjalan beriringan dengan sejarah manusia dan selama ini teknologi terus berkembang ketingkat-tingkat yang lebih tinggi dan kompleks pada tataran teknik. Selama keberadaannya, teknologi selalu diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia dalam bidang apapun. Dengan hadirnya teknologi ketengah-tengah kehidupan manusia dan dipergunakan secara terus menerus dirasa telah mengubah pandangan manusia tentang teknologi itu sendiri. Teknologi menjelma menjadi budaya. Karena terbiasa menggunakan dan dimanjakan oleh teknologi, nampaknya teknologi tidak lagi dianggap sebagai alat bantu, melainkan ia dipandang sebagai sebuah kebutuhan. Ketergantungan terhadap teknologi pun kemudian terjadi. Semejak itulah kemudian seiring dengan membudayanya teknolgi manusia sedikit demi sedikit berubah menjadi mahkluk yang malas.
Teknologi yang dirasa paling besar penggunaannya seperti telepon, ponsel, televisi, radio, internet dan lain sebagainya, sudah merubah pola hidup manusia. Untuk ponsel, hampir setiap orang dari semua lapisan khususnya di indonesia memilikinya. Ponsel bukan lagi menjadi barang mewah. Ponsel telah menjamur dan memudahkan manusia untuk melakukan komunikasi. Merubah pola interaksi manusia. Manusia tidak lagi terbatasi oleh jarak dan waktu ketika ingin berkomunikasi. Manusia menjadi malas untuk bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar. Dengan fasilitas yang dimiliki oleh ponsel, maka di zaman yang serba canggih dan modern ini segalanya bisa dilakukan dengan duduk di tempat tanpa perlu beranjak dari tempat duduk dan meninggalkan aktivitas seseorang. Mulai dari mengisi pulsa, transfer uang, memesan tiket, belanja, hingga memesan makanan dapat dilakukan tanpa beranjak dari tempat sedikitpun. Memang akan menjadi lebih mudah tetapi orang akan lebih tidak peduli dengan rasa sosial.
Belum lagi televisi yang sepertinya sudah menjadi sarapan bagi banyak keluarga. Televisi memang penuh dengan informasi tentang segala hal. Selain itu juga teknologi menjalankan fungsi sebagai penghibur. Televisi memiliki fungsi informasi dan entertainment. Mungkin ini yang membuat tidak sedikit orang rela seharian penuh duduk di depan televisi dan menatapinya. Namun apa yang terjadi jika manusia ketergantungan terhadap televisi? Kita lihat saja bagaimana kekuatan televisi mampu mempengaruhi pikiran dan tindakan konsumennya melalui siaran-siaran yang seronok atau kartun yang menampilkan kekerasan sekali. Belum lagi pemberitaan-pemberitaan yang mungkin saja berpihak. Artinya pengguna televisi bisa menjadi orang sangat terpengeruhi oleh televisi, sikap, sifat, dan kepribadiannya tergantung pada apa yang dikatakan televisi. Dalam hal ini konsumen televisi hendaknya mencari informasi-informasi dari sumber lain selain televisi. Agar waspada akan kekuatan televisi tersebut.
2.2. Perkembangan Teknologi Televisi di Dunia
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.
Berikut jenis-jenis televisi :
Ø  Televisi Analog
Mengkodekan informasi gambar dengan memvariasikan voltase dan atau frekuensi dari sinyal. Seluruh sistem sebelum Televisi digital dapat dimasukan ke analog. Sistem yang dipergunakan dalam televisi analog adalah NTSC (National Television System(s) Committee), badan industri pembuat standar yang menciptakannya. Sistem ini sebagian besar diteraapkan di Amerika Serikat (AS) dan beberapa bagian Asia Timur, seperti: China atau Tiongkok, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Mongolia. Sementara, sistem PAL (Phase-Alternating Line, phase alternation by line atau untuk phase alternation line). Dalam bahasa Indonesia: garis alternasi fase), adalah sebuah encoding berwarna digunakan dalam sistem televisi broadcast, digunakan di seluruh dunia. PAL dikembangkan di Jerman oleh Walter Bruch, yang bekerja di Telefunken, dan pertama kali diperkenalkan pada 1967.

Ø  Televisi Digital
Jenis TV yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyebarluaskan video, audio, dan signal data ke pesawat televisi. Televisi resolusi tinggi atau high-definition television (HDTV), yaitu: standar televisi digital internasional yang disiarkan dalam format 16:9 (TV biasa 4:3) dan surround-sound 5.1 Dolby Digital. Ia memiliki resolusi yang jauh lebih tinggi dari standar lama. Penonton melihat gambar berkontur jelas, dengan warna-warna matang, dan depth-of-field yang lebih luas daripada biasanya. HDTV memiliki jumlah pixel hingga 5 kali standar analog PAL yang digunakan di Indonesia.

Ø  Televisi Kabel
Sistem penyiaran acara televisi lewat frekuensi radio melalui serat optik atau kabel coaxial dan bukan lewat udara seperti siaran televisi biasa yang harus ditangkap antena. Selain acara televisi, acara radio FM, internet, dan telephone juga dapat disampaikan lewat kabel.

Ø  Televisi Satelit
Televisi yang dipancarkan dengan cara yang mirip seperti komunikasi satelit, serta bisa disamakan dengan televisi lokal dan televisi kabel. Di banyak tempat di bumi ini, layanan televisi satelit menambah sinyal lokal yang kuno, menghasilkan jangkauan saluran dan layanan yang lebih luas, termasuk untuk layanan berbayar.
2.3. Media Televisi Berperan Merubah Budaya Perempuan Desa
Di era tahun 80-an mundur ke belakang, kaum perempuan termasuk makhluk yang mungkin tak pernah diam dalam keseharian. Ada saja yang dikerjakannya. Mulai dari menyalakan api di tungku, lalu menjerang air untuk kebutuhan minum, dan bersamaan dengan itu juga menanak nasi, kemudian setelah dua tugas pertama dia pergi ke pancuran atau sumur untuk mandi yang dilanjutkan dengan mencuci pakaian sekeluarga, sekalian mencuci perabotan dapur yang kotor. Itu baru merupakan rutinitas ketika bangun tidur di pagi hari saja. Belum lagi bagi perempuan yang masih memiliki anak kecil, pekerjaan di pagi hari tentu saja ada tambahannya. Apalagi anaknya itu masih menyusui. Apabila ditinggal lama di rumah sudah tentu akan menangis dan tak ada yang mengasuhnya.
Jika pekerjaan di jamban umum telah selesai, perempuan itu bergegas kembali ke rumah. Menjemur pakaian yang telah dicucinya. Lalu menaruh perabotan di tempatnya. Tak lama bertukar pakaian sambil mematut-matut diri sekedarnya. Selesai berdandan alakadarnya, dia mempersiapkan makanan untuk sekeluarga, dalam rantang atau dalam bakul. Kemudian berangkat menyusul suaminya ke ladang, atau ke sawah. Setelah makan bersama perempuan itu tidak langsung kembali ke rumah, tapi turut membantu pekerjaan suaminya sampai menjelang petang.
Sekitar pukul empat sore, barulah suami-isteri itu kembali pulang. Tak lupa membawa hasil yang telah mereka tanam. Setibanya di rumah, sang perempuan bergegas ke dapur, mempersiapkan makan malam. Dan menjelang malam, baik sendirian mauppun dibantu suaminya, perempuan itu menganyam pandan yang akan dijadikan tikar sambil mendengarkan siaran wayang golek atau dongeng dari radio.
Sekarang, setelah listrik masuk desa, radio berganti dengan pesawat televisi – walau dengan layar berukuran 14 inci dan masih hitam-putih lagi, kehidupan perempuan di desa seakan berubah total.  Perempuan yang dulu selalu sibuk dengan pekerjaan membantu suaminya di sawah atau di ladang  itu seakan tidak tampak lagi. Setelah mengerjakan pekerjaan rumah, memasak dan mencuci, kebanyakan perempuan di desa kami, malah lama sekali mematut diri di depan cermin. Gadis remajanya, lebih suka memilih jenis rok dan tak jarang yang mengenakan T-Shirt dan celana jeans.
Hal tersebut bisa terjadi karena kaum perempuan  di desa lebih disibukkan nonton hiburan tayangan musik atau sinetron di depan pesawat televisi. Sehingga boleh jadi, akibat setiap hari berada di depan pesawat televisi jugalah, yang menyebabkan pola hidup kaum perempuan di desa jadi berubah. Karena bila diperhatikan secara detail, mulai dari cara berpakaian yang banyak meniru para selebritis, lalu dari bahasa sehari-hari yang banyak dicampur-aduk dengan gaya betawi, seperti misalnya kalau dulu seorang anak kepada ibunya memanggil emak, maka sekarang lebih memilih untuk dipanggil mama, atau mami, sementara kepada ayahnya tak terdengar lagi ada anak memanggil Abah, tapi ayah atau papap, sampai tak mau membantu lagi pekerjaan suami di sawah atau di ladang.
Demikian dahsyatnya media elektronik yang bernama televisi, sehingga mampu merubah budaya kaum perempuan desa yang semula lugu dan manut kepada suami, sekarang kerjanya hanya berdandan dan menunggu suami pulang.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia Indonesia Abad 21 Yang Berkualitas Tinggi ditandai oleh lima ciri utama dari aspek-aspek perkembangan yang berlangsung secara seimbang dan selaras, yaitu perkembangan tubuh (fisik), kecerdasan (inteligensi), emosional (afeksi), sosialisasi, spiritual. Pola perawatan, asuhan, dan pendidikan anak hendaknya mengacu pada upaya pengembangan kelima aspek tersebut secara harmonis dan seimbang agar terbentuk pribadi yang sehat, cerdas, peka (sensitif), luwes beradaptasi dan bersandar pada hati nurani dalam bersikap dan bertindak. Dengan demikian meskipun ia berhadapan dengan gaya hidup global, pijakannya pada akar kehidupan tradisional yang menjadi cikal bakal kehidupan bangsa dan negaranya tidak akan hanyut terbawa arus kehidupan global. Justru ia akan dapat memilih dan memutuskan yang terbaik untuk diri, bangsa dan negaranya, baik untuk keperluan jangka pendek maupun jangka panjang. Penegakan hukum dan contoh yang diperlukan sebagai model pembentukan perilaku, baik yang ditunjukkan orang tua maupun masyarakat, menjadi penting.
Perkembangan teknologi televisi ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi penting. Kemudahan memperoleh informasi lintas negara semakin menunjukkan globalisasi yang semakin hari semakin melekat pada tiap diri khalayak. Dengan menyikapi perkembangan televisi untuk hal yang positif, maka akan dengan sendirinya teknologi tersebut telah benar-benar bermanfaat.
Perkembangan teknologi akan terus berkembang, inovasi-inovasi terbaru akan terus bermunculan. Manfaatkan perkembangan teknologi tersebut untuk kepentingan positif dan tidak merugikan masyarakat umum. Perkuat nilai religius, sosial, dan budaya yang dianut agar memiliki konsep diri yang kuat, serta tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perkembangan-perkembangan.



REFERENSI
Poernomo SS, I (1997): Era Globalisasi, Tantangan atau Ancaman? Makalah disampaikan pada Acara Seminar Sehari "Kiat-Kiat Mendidik Anak Dalam Menyongsong Era Globalisasi" diselenggarakan oleh Ikatan Isteri Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat, Jakarta 6 September 1997.
Poernomo SS, I (1998): Saat Tepat Mengajar Anak Hidup Susah. Makalah disampaikan pada acara Temu Pakar dan Pembaca, diselenggarakan oleh Majalah Ayahbunda, Jakarta 28 Agustus 1998.
Himpsi (1991): Membangun Manusia Tangguh Dalam Era Globalisasi, kumpulan makalah Kongres V dan Temu Ilmiah ISPSI (sekarang Himpsi), Semarang 4-7 Desember 1991. Himpsi Pusat.
http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2012/04/05/media-televisi-berperan-merubah-budaya-perempuan-desa/